Sekali lagi mengenai konsep yang berbeda yang coba ditanamkan mereka mengenai bagaimana seseorang seharusnya mengisi waktu sehari-harinya. awal cerita di mulai ketika seorang pemuda yang masih sekolah dan memang tidak banyak yang dilakukan untuk mengisi waktunya. "terlalu banyak Tuhan memberi 24 jam dalam sehari" begitu kira-kira bisikan hatinya setiap hari. sejak itu lah ia menemukan komunitas yang sering melakukan pertemuan, acara, sharing, dll. Seiring berjalannya waktu, kegiatan, pola pikir, mimpi, visi dan misi pemuda ini pun berubah. Perubahan signifikan adalah memulai kuliah di suatu perguruan tinggi swasta, membantu orang tua nya bekerja setiap hari (full time worker), dan suatu hal yang hampir tidak mungkin terjadi yaitu ambisinya untuk melanjutkan pasca sarjana padahal semasa sekolah hampir memilih untuk berhenti sekolah (akan di ceritakan di lain waktu). dengan kondisi yang seperti itu, hampir bisa dipastikan padat sekali waktu dalam hidupnya. kira-kira itu lah beberapa hal penting yang mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup si pemuda yang berasal dari keluarga sederhana ini.
Konflik sepertinya sudah jelas terjadi disini ketika saya menceritakan perbedaan ideologi dan kebiasaan komunitas yang ada dengan si pemuda ini. Titik berat saya bukan kepada bagaimana menyelesaikan perbedaan yang ada, jawabannya yah keluar saja dari komunitas tersebut karna tidak ada lagi kesamaan kesepakatan mengenai simbol-simbol terkait misalnya kehadiran, fokus pada kelompok, dll. fokus saya kali ini mengenai respon dari anggota kelompok yang mengaku memegang prinsip kebenaran ini, yang menganggap si pemuda ini sudah keluar dari kebenaran. Anggapan atau interaksionisme simbol yang terbentuk ini agaknya sangat membuat pemuda ini tidak nyaman. Tekanan dari dunia luar dan ambisinya menyelesaikan pasca sarjana sudah membuat darah dalam tubuhnya berpacu dengan detik waktu setiap saat. ditambah lagi satu-satunya komunitas yang ia anggap sebagai tempat pemulihan jiwa dan roh mengecewakannya dengan memberi anggapan buruk.
Dianggap "miris"
Realitas yang lucu ketika kita melihat konflik ini dengan sudut pandang yang lebih luas. Si pemuda di anggap atau di cap sebagai pemuda yang miris karena tersesat (tidak hadir dalam komunitas/ instansi tsb) padahal sipemuda punya alasan logis menurut pola pikirnya sendiri. Di sini saya tidak sedang mendramatisir keadaan si pemuda ini untuk menjatuhkan instansi atau komunitas terkait, namun disini saya mau sharing sesuatu yang mungkin bisa jadi pelajaran buat kita semua untuk sebisa mungkin tidak memberi anggapan tertentu pada seseorang (walaupun hampir tidak mungkin).
Just Keep in Positive Thinking.